Friday, June 3, 2011

Menumbuhkan Rasa Rindu Terhadap Al-Quran

Merupakan anugerah luar biasa ketika kita mampu berinteraksi secara lebih intens dengan kitab suci yang maha agung yaitu Al-Quran. Kedekatan diri kita dengan Al-Quran akan memperindah dan meningkatkan kualitas hidup kita di dunia dan di akhirat yang kekal nanti. Agar tetap stabil dan semakin kokoh, diperlukan perhatian khusus untuk menjaga spirit yang menjadi bahan bakar utama aktivitas ke-Al Qur'an-an kita. Cita-cita ke-Al Qura'an-an yang ditargetkan pun tidak akan terwujud kecuali tanpa kesungguhan dan modal keimanan yang kuat. Bahkan tidaklah mustahil impian kita untuk menjadi keluarga pilihan Allah dengan menjadi Ahlul Qur'an hanya menjadi angan-angan kosong yang tidak akan tercapai jika tanpa kemantapan iman, ketenangan jiwa (ithmi'nan) yang menawan hati kita untuk terus merindukan keagungan dan kemuliaan yang diberikan Al-Quran bagi yang bershuhbah (akrab) dengannya. Untuk itu, Rasulullah saw banyak mewasiatkan mutiara semangat berupa nasehat penumbuh rasa rindu terhadap Al-Qur'an yaitu sebagai berikut :
1. Yakinkah kita akan keniscayaan Hari Kiamat? Hari yang sangat sulit bagi manusia dimana kita sangat membutuhkan pertolongan? Sedangkan Al-Qur'an dijanjikan oleh Rasulullah mampu memberikan syafa'at (pertolongan) bagi oranng-orang yang yang bershuhbah dengannya. Siapa yang menjamin diri kita akan mendapat pertolongan Al-Qur'an tersebut? Sedangkan, ketika kita berupaya untuk semakin dekat dengan Al-Qur'an, perasaan rojaa' (harapan) dan khauf (takut) akan membuat kita berpikir, benarkah kita akan ditolong oleh Al-Qur'an pada hari pengadilan nanti? Urgensi hal ini digambarkan oleh sebuah hadits
إقرؤوا القرآن فإنّه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه
"Bacalah Al Qur'an sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa'at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya" (HR Bukhari)
2. Adakah perasaan iri (ghibthah) dalam diri kita ketika melihat saudara kita memiliki kemampuan ke-Al Qur'an-an yang lebih baik? Ataukah diri kita hanya iri dan menginginkan sesuatu yang terkait dengan harta dunia yang dimiliki oleh saudara dan teman kita, tetapi untuk Al Qur'an hati kita adem-adem saja? Kondisi ini sangat mungkin mengindikasikan lemahnya As Syu'ur Al Qur'ani dalam diri kita. Sementara tanpa sadar As Syu'ur Ad Duniawi menjajah hati kita. Perasaan seperti ini pada zaman salafusshalih cukup membuat mereka selalu berkompetisi untuk mencapai kemampuan ber-Al Quran yang baik. Merupakan tabiat manusia untuk saling berkompetisi . Jika karakter ini tidak diarahkan ke hal-hal yang positif, maka akan menjadi kompetisi yang hanya mengarah kepada keduniaan yang palsu seperti berkompetisi memperebutkan harta, jabatan dan wanita. Inilah rahasia sabda Rasulullah saw untuk menumbuhkan kompetisi amal shalih dan Al Qur'an bagi orang-orang yang beriman
لا حسد إلّا في اثنتين رجل آتاه الله القرآن فهو يتلوه آناء الليل و آناء النهار و رجل آتاه الله مالا فهو ينفقه آناء اليل و النهار
"Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan ; seseorang yang diberi (kemampuan lebih) Al Qur'an oleh Allah kemudian dia membacanya sepanjang malam dan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allah, lalu ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang" (Muttafaqun Alaih)
3. Sadarkah kita bahwa kualitas keimanan kita diukur baginda Rasulullah saw dengan sejauh dan sebaik apa interaksi kita dengan Al Qur'an? Ataukah kita tidak peduli dengan kualitas hubungan kita dengan pedoman hidup kita tersebut? Sehingga kita tidak pernah merasa sedih jika sebulan kita tidak khatam Al Qur'an. Tidak sedih jika kita tidak memiliki simpanan hafalan ayat-ayat Al Qur'an. Tidak sedih dengan ketidaktahuan kita terhadap kandungan ayat-ayat indah nan mulia Al Qur'an. Sehingga dikhawatirkan kita termasuk golongan yang meninggalkan Al Qur'an (QS 26:30). Rasulullah saw mengklasifikasi manusia berdasarkan As Syu'ur Al Qur'aninya menjadi empat golongan.
مثل المؤمن الذي يقرأ القرآن مثل الأترجّة : ريحها طيّب و طعمها طيّب, و مثل المؤمن الذي لا يقرأ القرآن كمثل التمرة : لا ريح لها وطعمها طيّب, و مثل المنافق الذي يقرأ القرآن كمثل الريحنة :ريحها طيّب و طعمها مرّ, و مثل المنافق الذي لا يقرأ القرآن كمثل الحنظلة : ليس له ريح و طعمها مرّ
"Perumpamaan orang yang membaca Al Qur'an seperti buah Utrujjah ; aromanya harum dan rasanya lezat. Perumpamaan orang beriman yang tidak membaca Al Qur'an seperti buah Tamroh ; tidak memiliki aroma namun rasanya manis. Perumpamaan orang munafiq yang membaca Al Qur'an seperti buah Raihanah ; aromanya harum namun rasanya pahit. Perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca Al Qur'an seperti buah Hanzhalah ; tidak ada baunya dan rasanya pahit" (Muttafaqun 'Alaih)
4. Pernahkah kita menghitung-hitung berapa banyak informasi keduniaan yang tersimpan dalam otak kita dibanding dengan informasi ke-Al Qur'an-an? Jika informasi tentang kalam Allah tersebut lebih banyak yang ada dalam kepala kita maka kita patut bersyukur kepada Allah. Jika sebaliknya, kita perlu beristighfar dan mengevaluasi diri kita. Kita perlu berjuang dalam rangka kembali kepada Al Qur'an dan menghindarkan diri kita dari kecaman Allah seperti dalam surat Ar-Rum : 7 "Mereka tahunya hanya urusan-urusan keduniaan saja dan tidak tahu urusan akhirat dan melupakannya." Inilah alasan utama mengapa generasi emas pendahulu kita selalu menjadikan Al Qur'an sebagai materi pertama yang harus dipejari daripada ilmu-ilmu lain. Agar tidak terjadi kekeliruan dalam meletakkan prioritas ilmu pengetahuan yang harus dikuasai.
Pesan-pesan Rasulullah saw diatas diharapkan mampu memantik energi penggerak dan menanamkan kesadaran yang kuat dalam jiwa kita. Inspirasi profetik diatas sepatutnya mampu menyemai kembali kerinduan kita terhadap untaian ayat-ayat cinta Al-Wadud yang maha mencintai. Sehingga mulai saat ini, kita akan semakin menikmati kebersamaan kita dengan Al Qur'an bahkan meng-qur'an-kan kehidupan pribadi kita, lingkungan kita dari yang paling kecil sampai kepada sebuah negara, dan akhirnya spirit Al Qur'an menjadi sinar penunjuk peradaban manusia zaman ini. Semoga kita terpilih oleh Allah sebagai pionir-pionir kecintaan terhadap Al Qur'an di dunia dan keluarga Allah yang istimewa di akhirat kelak. Wallahu a'lam.
*Disadur dengan penambahan dari tulisan Departemen Kaderisasi DPP PKS periode 2004-2009

1 comment:

  1. "Inilah alasan utama mengapa generasi emas pendahulu kita selalu menjadikan Al Qur’an sebagai materi pertama yang harus dipejari daripada ilmu-ilmu lain"
    hmm... salah satu yang sering membuat kita mengenyampingkan Al-Qur'an. karena alasan tugas, quiz, midterm, dsb. padahal intinya bagaimana kita membagi waktu antara kuliah, liqo,membaca Al-Qur'an, menghafalkannya... kita dituntut untuk lebih profesional dalam memanage waktu yg kita punya. karena sesungguhnya, kewajiban dan amanah kita jauh lebih banyak dari waktu yang kita punya.

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar