Monday, May 30, 2011

Memilih Jalan ke Surga

surga-dan-neraka.jpg

Suatu saat seorang 'abid (ahli ibadah) bernama Abdullah al Umari menulis sepucuk surat kepada Imam Malik. Surat itu beisi ajakan dan himbauan agar Imam Malik memperbanyak 'uzlah (menyendiri untuk beribadah) dan amal ibadahnya.

Dengan sangat bijak Imam Malik membalas surat itu dengan perkataan : "Sungguh Allah telah membagi amal manusia sebagaimana Ia membagi rizkinya. Sebagian ada yang dibukakan pintu amalnya dalam shalat, namun ia tidak mendapatkan banyak pahala dari berpuasa. Sebagian lagi ada yang dibukakan pintu amalnya dalam bersedekah, namun ia tidak mendapatkan banyak pahala dari berpuasa. Sebagian lagi ada yang dibukakan pintu amalnya dalam berjihad. Adapun menyebarkan ilmu adalah di antara amal yang paling utama, dan Aku telah ridho dengan apa yang telah Allah bukakan untukku. Aku tidak mengira bahwa aku tidak mendapatkan apa yang engkau dapatkan. Aku berharap agar masing-masing kita tetap dalam kebaikan dan kebajikan". (Al Bidayah wan Nihayah : 9/362)

Saudaraku sekalian...

Kita semua menginginkan surga. Semua orang merindukannya. Tempat penuh kenikmatan dan Ridha Allah. Abadi dalam suka cita yang tidak pernah berakhir.

perumpamaan surga yang dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa ,

di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,

sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya,

sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya

dan sungai-sungai dari madu yang disaring;

dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka ... (QS. Muhammad : 15)

Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata,

seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.

Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,

dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir,

mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,

dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,

dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.

Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,

laksana mutiara yang tersimpan baik. (QS. Al Waqi'ah : 15-23)

Namun dengan apakah kita akan masuk surga? Amal apakah yang kita berharap besar dapat membukakan pintu surga? Sebuah pertanyaan yang mutlak harus dijawab jika kita ingin meraihnya...

Pertama : Menggali potensi inti kita

Dari penggalan kisah diatas, kita dapat mengetahui bahwa banyak jalan menuju surga. Sebagaimana surga memiliki beberapa pintu ( 8 pintu ), Allah pun memberikan banyak macam amal untuk meraihnya. Di surga ada pintu Shalat, ada pintu Ar Rayyan (untuk mereka yang banyak berpuasa), ada pintu sedekah dan ada juga pintu Jihad. Dari pintu manakah kita ingin memasukinya?
Untuk dapat menjadi sosok sempurna dalam segala hal adalah sebuah cita-cita yang hampir mustahil (kecuali yang dimudahkan Allah). Dari sinilah kita perlu mengetahui dan menggali potensi inti kita. Suatu amal yang akan kita tekuni dan istiqomah menjalaninya, dengan harapan akan menjadi kunci pembuka pintu surga.

Umar bin Khattab masuk surga dengan keadilannya sebagai Khalifah. Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan hartanya yang berkah. Khalid bin Walid masuk surga dengan keberaniannya dalam berjihad. Bilal bin Rabah masuk surga dengan kekuatan iman yang lahir dalan kalimat "Ahad..Ahad"nya. Ada pun Abu Bakar as Shiddiq akan masuk surga dari pintu mana pun ia suka.

Banyak amal dan profesi untuk menuju surga. Di sana ada amal shalat, puasa, haji, membaca Al Qur'an dan Dzikir. Ada pula sedekah, kejujuran,kasih sayang, saling mencintai, menjaga diri dari kemaksiatan dan perasaan takut kepada Allah. Disana ada profesi pedagang yang jujur dan amanah, pemimpin yang adil, karyawan yang disiplin, tukang yang profesional dan pelayan yang kuat dan dipercaya.
Kullun muyassarun limaa khuliqa lahu. Setiap orang dimudahkan menjalani amal yang untuknya ia diciptakan. Apakah potensi inti kita? Kita harus terus menggalinya...

Kedua : Berjuta kebaikan di balik prasangka baik

Berprasangka baik itu perlu. Terlebih kepada saudara kita. Bahkan prasangka buruk tidak pernah menyumbang sedikitpun peran positif untuk kebaikan kita. Ia adalah penyakit hati yang seakan ingin mengatakan "saya lebih baik darinya".

Pernah suatu saat Ibnu Abbas meremehkan seorang sahabat yang di janjikan surga oleh Rasulullah. Ia tidak melihat darinya suatu amal yang mencolok. Bahkan ketika ia sengaja menginap di rumahnya, ia tidak melihatnya berdiri untuk shalat malam. Namun ketika akan berpisah, barulah rahasia surgawi itu terungkap " Aku tidak memiliki ibadah utama selain apa yang telah engkau lihat. Hanya saja aku tidak pernah berbuat curang kepada seseorang pun dari kaum muslimin dan aku tidak pernah iri dengan nikmat yang Allah berikan kepada mereka" ungkapnya. (HR. Ahmad dan Nasa'i)

Mungkin saja saudara kita shalat malamnya kurang, namun ia memiliki hati yang bening. Atau kita jarang melihatnya bertilawah, namun ia memiliki harta yang disedekahkan. Atau ia kurang memperhatikan adab Islami, namun ia memiliki peran besar dalam kepemimpinan. Begitu seterusnya. Banyak hal yang tidak kita tahu dari kebaikan saudara kita. Sikap husnuzhzhan terhadap saudara kita tidak akan mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.

Disinilah tempatnya untuk fastabiqul Khairat. "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu... (QS. AT Taubah : 105). Wallahu A'lam.

By. Ahmad Muhammad Yusuf
http://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1593600260228&id=1842572222#!/note.php?note_id=283758793515

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar